Konflik Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi, seperti bentuk perilaku yang lain, dapat sangat efektif dan dapat pula sangat tidak efektif. Pada bagian pertama ini kita akan meninjau karakteristik komunikasi antar[ribadi yang efektif. Karakteristik efektivitas ini dilihat dari tiga sudut pandang.
I. Ancangan Humanistik Untuk Efektivitas Antarpribadi
Dalam ancangan humanistic ini(ada kalanya dinamai “ancangan lunak”) ada lima kualitas umum, yaitu:
1. Keterbukaan
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat jidupnya. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri-mengungkapkan infromasi yang biasanya disembunyikan.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner&Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertia ini adalah mengajui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang “milik” anda dan anda bertanggung jawab atasnya.
2. Empati
Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya – berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan oengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keungunan mereka untuk masa mendatang. Pengertia yang empatik ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya.
Langkah pertama dalam mencapai empati adalah menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, dan mengkritik.
Kedua, maun banyak anda mengenal seseorang – keinginannya, pengalamannya, kemampuannya, ketakutannya, dan sebagainya – makin mampu anda melihat apa yang dilihat orang itu dan merasakan seperti apa yang dirasakannya.
Ketiga, cobalah merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal mupun nonverbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
Jerry Authier dan Kay Gustafson (1982) menyarankan beberapa metode yang berguna untuk mengkomunikasikan empati secara verbal.
· Merefleksi- balik kepada pembicara perasaan (dan intensitasnya) yang menurut anda sedang dialaminya.
· Membuat pertanyaan tentative dan bukan menajukan pertanyaan.
· Pertanyakan pesan yang berbaur, pesan yang komponen verbal dan nonverbalnya daling bertentangan.
· Lakukan pengungkapan diri yang berkaitan dengan peristiwa dan perasaan orng itu untuk mengkomunikasikan pengertian dan pemahaman terhadap apa yang sedang dialami orang itu.
3. Sikap Mendukung
Hubungan antarpribadi uang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
Deskiprtif. Bila anda menpersepsikan suatu komunikasi sebagai permintaan akan informasi atau uraian mengenai suatu kejadian tertentu, anda umumnya tidak merasakannya sebagai ancaman. Toni Brougher, dalam A way with Words (1982), mengemukakan tiga aturan untuk komunikasi deskriptif:
· Jelaskan apa yang terjadi
· Jelaskan bagaimana perasaan anda
· Jelaskan bagaimana hal ini terkait dengan lawan bicara
Spontanitas. Gaya sponatn membantu menciptakan suasana demndukung. Orang yan spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama – terus terang dan terbuka.
Provisionalisme. Bersikap provisional artinya bersikap tentative dan berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika kedaan jika keadaan mengharukan. Provisionalisme seperti itulah, bukan keyakinan yang tak tergoyahkan, yang membantu menciptakan suasana menudkung (suportif).
4. Sikap Positif
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.
Sikap. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua spek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikasi antarpribadi terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan perasaan ini kepada orang lain, yang selanjutnya juga akan merefleksikan perasaan positif ini.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umunya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih tidak menyenngkan ketimbang komunikasi dengan orang yang tidak menikamti interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
Dorongan (stroking). Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain; perilaku ini bertentangan dengan ketidak-acuhan. Dorongan dapat verbal yang umunya berbentuk pujian atau penghargaan, dna terdiri atas perilaku yang biasanya kita harapkan, kitanikmati, dan kita banggakan. Dorongan positif ini menudkung citra-pribadi kita dan membuat kita merasa lebih baik.
5. Kesetaraan (Equality)
Komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan antarpribadi yang ditandai oleh kesetaraan, ketidaksependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaa untuk memahami perbedaan yang pasti ada ketimbang sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.
II. Ancangan Pragmatis Untuk Efektivitas Antarpribadi
Ancangan pragmatis, keperilakuan, atau sering dikatakan sebagai ancangan “keras” untuk efektivitas antarpribadi, adakalanya dinamai model kompetensi, memusatkan pada perilaku spesifik yang harus digunakan oleh komunikator untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
1. Kepercayaan diri
Komunikator yang efektif memliki kepercayaan diri social; perasaan cemas tidak dengan mudah dilihat oleh orang lain. Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Kualitas juga memungkinkan oembicara berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang yang gelisah, pemalu, atau khawatir dan membuat mereka merasa lebih nyaman.
2. Kebersatuan (Immediacy)
Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dan pendengar- terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan. Komunikator yang memperlihatkan kebersatuan menisyaratkan minat dan perhatian. Bahasa yang menunjukan kebersatuan umumnya ditanggapi lebih positif ketimbang bahasa yang tidak menunjukan kebersatuan. Kebersatuan menyatukan pembicara dan pendengar. Secara nonverbal kita mengkomunikasikan kebersatuan dengan memelihara kontak mata yang patut, kedekatan fisik yang menggemakan kedekatan psikologis, serta sosok tubuh yang langsung dan terbuka.
Kebersatuan dikomunikasikan secara verbal dengan berbagai cara, misalnya:
· Menyebut nama lawan bicara
· Menggunakan kata ganti yang mencakup baik pembicara maupun pendengar
· Memberikan umpan balik yang relevan
· Tunjukanlah bahwa anda memusatkan perhatian pada kata-kata lawan bicara
· Kukuhkan, hargai, atau pujilah lawan bicara
· Sertakan referensi-diri ke dalam pernyataan yang bersifat evaluative
3. Manajemen Interaksi
Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun merasa menjadi tokoh penting. Asing-masing pihak berkontibusi dalam keseluruhan komunikasi. Manajer interaksi yang efektif menyampaikan pesan-pesan verbal dan nonverbal yang saling bersesuaiam dan saling memperkuat.
Pemantauan Diri (Self Monitoring). Pematauan diri berhubungan secara integral dengan manajemen interkasi antarpribadi. Pemantauan diri adalam maipulasi citra yang kita tampilkan kepada pihak lain (Snyder, 1986). Pemantauan diri yang cermat selalu menyesuaikan perilaku mereka menurut umpan balik dari pihak lain, guna mendapatkan efek yang paling menyenangkan.
4. Daya Ekspresi (Expresiveness)
Daya ekspresi mengacu pada keterampilan mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi antarpribadi. Kita berperan serta dalam permainan dan tidak sekadar menajdi penonton. Daya ekspresi sama dengan keterbukaan dalam hal penekanannya pada keterlibatan, dan ini mencakup, misalnya, ekspresi tanggungjawab atas pikiran dan perasaan, mendorong daya ekspresi atau keterbukaan orang lain, dan memberikan umpan balik yang relevan dan patut.
5. Orientasi Kepada Orang Lain
Orientasi kepada orang lain adalam lawan dari orientasi kepada diri sendiri. Orientasi mengacu pada kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama perjumpaan antarpribadi. Orientasi ini mencakup pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang dikatakan lawan bicara. Kita mengkomunikasiakn orientasi kita pada orang lain secara nonverbal melalui kontak mata yang terpusat, senyum, anggukan, mencodongkan diri ke arah lawan bicara, dan memperlihatkan perasaan dan emosi melalui ekspresi wajah yang sesuai. Secara verbal kita memperlihatkan minal melalui komentar-komentar seperti “Oh ya?” dan “Oh, begitu?”, melalui permintaan akan informasi lebih jauh ( “ Apa lagi yang anda lakukan di sana?”), dan melalui empati ( “ Saya bisa mengerti apa yang anda rasakan; orangtua saya juga bercerai baru-baru ini”).
III. Ancangan Pergaulan Sosial Untuk Efektivitas Antarpribadi
Model lain dari mana prinsip-prinsip efektivitas antarpribadi dapat diturunkan adalah model teori pergaulan social (social exchange theory) ( Kelley & Thibaut, 1978; Thibaut & Kelley, 1986). Teori pergaulan social mengatakan bahwa kita mengembangkan hubungan bila manfaatnya lebih besar daripada biaya yang harus kita keluarkan.
Teori Kesetaraan ( Ekuitas).teori ekuitas dilandasi oleh teori pergaulan social dan mengatakan bahwa kita tidak saja berusaha membina hubungan yang manfaatnya melampaui biayanya, melainkan juga bahwa kita mengalami kepuasan dari suatu hubungan bila ada kesetaraan atau pemerataan dalam distribusi imbalan dan biaya diantara kedua pihak yang berhubungan ( Berscheid & Walster, 1978; Hatfield & Traupmann, 1981). Artinya, kita bukan saja menginginkan manfaat yang lebih besar daripaada biaya yang kita keluarkan, melainkan kita juga menghendaki meanfaat yang kita dan mitra kita terima sebanding dengan biaya yang masing-masing kita keluarkan.
1. Bertukar Manfaat
Dalam setiap hubungan, selalu ada biaya- masalah keuangan, ketegangan pekerjaan, masalah perumahan, serta konflik antarpribadi. Imangilah biaya ini dengan mempertukarkan manfaat atau kesenangan- khusunya “perilaku yang saling mengasihi” (Lederer, 1984). Perilaku mengasihi adalah dukungan-dukungan kecil yang kita terima dengan senang hati dari mitra hubungan kita. Perilaku manis ini haruslah (1) spesifik dan positif, (2) difokuskan pada masa kini atau mendatang dan tidak dikaitkan dengan pertengkaran masa lalu, (3) dapat dilakukan setiap hari, dan 94) mudah dilakukan.
2. Menanggung beban biaya bagian anda
Seperti jelas teori ekuitas, kita merasa tidak puas bila kita harus memikul bagian biaya secara tidak adil. Ingatlah bahwa mitra kita juga akan merasakan hal yang sama, bila mitra anda memikul beban biaya yang lebih besar, pikullah sebagian darinya agar hubungan lebih setara.
3. Mengintensifkan pertukaran manfaat pada saat biaya meningkat
Bila suatu hubungan mengalami masalah (artinya, bila biaya mulai melampaui manfaat), banyak orang bereaksi secara pasif, menanti situasi berubah dengan sendirinya atau membiarkan hubungan memburuk lebih jauh, ancangan pasif ini tampaknya hanya memastikan bahwa hubungan akan menjadi rusak. Seharusnya inilah saatnya untuk menerapkan ancangan katif dan untuk mengintensifkan pertukaran manfaat dan dukungan. Pengertian yang empatik, perhatian ekstra, dan saling membelai dan menyentuh seingkali dapat digunakan untuk menanggulangi meningkatnya biaya hubungan.
4. Memperbesar manfaat untuk mengurangi daya tarik alternative
Bila biaya suatu hubungan melampaui manfaatnya, daya tarik alternative maningkat. Tetapi bila manfaat melebihi biayanya, daya tarik alternative menurun, bila, misalnya, mitra anda kehilangan pekerjaan dan masalah keuangan terjadi, tetangga yang kaya raya dapat menajdi semakin menarik sebagai alternatof. Moral cerita ini sederhana saja: jika anda menginginkan daya tarik pesaung anda (dan kita semua pasti mempunyai pesaing) berkurang, tatalah situasi sedemikian untuk meningkatkan manfaat dan munrunkan biaya.
Manajemen Konflik
I. Manajemen Konflik yang tidak Produktif
1. Penghindaran, Non-negosiasi, dan Redefinisi.
Penhindaran (avoidance) sering dijumpai dalam bentuk pelarian fisik. Orang mungkin meninggalkan tempat konflik, tidur, atau menyetel radio keras-keras. Reaksi ini dapat pula berbentuk penghindaran emosional atau intelektual.
Dalam non-negosiasi, jenis khusus penghindaran, seseorang tidak mau mendiskusikan atau mendengarkan argument pihak lain. Kadang-kadang non-negosiasi ini dilakukan salam bentuk memaksakan pendapatnya sampai pihak lain menyerah. Ini adalah teknik yang dinamakan “Streamrolling” (buldoser).
Adakalanya konflik atau sumber yang dituduh sebagai penyebab konflik diredefinisi sedemikian hingga seakan-akan sama sekali tidak ada konflik, seperti bila orang berkata, “Ini bukan kencan- hanya perjalanan bisnis yang kita lakukan bersama.”
2. Pemaksaan
Bila dihadapkan pada konflik, banyak orang berusaha memaksakan kepustusan atau cara berpikir mereka dengan menggunakan pemaksaan atau kekuatan fisik. Kali lain, pemaksaan ini lebih bersifatemosional daripada fisik. Tetapi apapun yang dilakukan, pokok masalahnya tetap tidak tersentuh. Pihak yang “menang” adalah pihak yang paling banyak menggunakan kekuatan.
3. Minimasi
Adakalanya kita mengatasi konflik dengan menganggapnya remeh. Kita mengatakan, dan barangkali percaya, bahwa konflik, penyebabnya, dan akibatnya sama sekali tidak pemting. Kita menggunakan minimasi bila kita menganggap enteng perasaan pihak lain: “Mengapa kamu begitu marah? Saya hanya terlamat dua jam.”
4. Menyalahkan
Seringkali orang menerapkan strategi bertengkar yang disebut menyalahkan orang lain. Dalam beberapa kasus kita juga menyalahkan diri sendiri. Tetapi, lebih sering kita menyalahkan orang lain.
5. Peredam
Peredam mencakup beragam teknik bertengkar yang secara harfiah membungkam pihak lain. Salah satu peredam yang sering digunakan adalah mengaingis. Bila dihadapkan pada suatu konflik dan tidak mampu mengatasinya, atau memenanginya tampak mustahil, seseorang mungkin menangis, tangisan ini akan membungkam lawan bertengkar. Peredam lain adalah berpura-pura sangat emosional – menjerit-jerit dan berteriak-teriak seakan-akan kehilangan kendali diri.
6. Karung Goni
Sebagai strategi konflik, teknik karung oni mengacu pada tindak-tindak menimbun kekecewaan dan kemudia menumpahkannya oada lawan bertengkar. Contohnya mudah dijumpai: Anda pulang terlambat tanpa memberitahu terlebih dahulu. Bukannya meributkan soal ini, pengguna teknik karung goni menumpahkan semua kekecewaan yang lalu: hari ulangtahun yang anda lupakan, kejadian dua bulan yang lalu ketika anda terlambat datang untuk makan malam, kejadian tahun lalu ketika anda menunda-nunda memesan kamar hotel sampai akhirnya kehabisan dan sebagainya.
7. Manipulasi
Dalam manipulasi konflik terbuka dihindari. Salah satu pihak beruaha mengalihkan konflik dengan bersikap mempengaruhi (sebenarnya, menghilangkan kecurigaan).
8. Penolakan Pribadi
Dalam penolakan pribadi salah satu pihak menolak memberikan cinta dan kasih sayang dan berusaha memenangkan pertengkaran dengan membuat pihak lain meyerah karena sikap ini. pihak yang melakukan penolakan ini bersikap dingin dan acuh tak acuh, berupaya menjatuhkan moral pihak lain.
II. Manajemen Konflik yang Efektif
1. Berkelahi secara sportif
Pada kebanyakan hubungan antarpribadi, kita tahu dimana garis batas yang harus ditarik, khusunya dalam hubungan yang berlangsung lama. Jagalah agar anda hanya menyerang daerah yang tidak menyakiti pihak lawan dan yang tidak akan menyebabkan semakin parahnya permusuhan dan kemarahan.
2. Bertengkar secara aktif
Rencanakanlah peran aktif dalam konflik antarpribadi anda. Jangan tutup telinga dan pikiran anda, menyetel radio keras-kerasm atau meninggalkan rumah selama pertengkaran. Jika konflik ingin diselesaikan, ia harus diahadpi secara aktif oleh kedua pihak.
3. Bertanggungjawab atas Pikiran dan Perasaan anda
Bila anda tidak sependapat dengan mitra anda atau menjumpai perilakunya yang tidak benar, bertanggungjawablah atas perasan ini dam katakanlah. Pertanggungjawabkanlah pikiran dan perasaan anda dan tegaskanlah tenggungjawab ini secara ekslisit dengan “I-messages”.
4. Langsung dan Spesifik
Pusatkan konflik anda pada saat kini dan disini dan jang melantur ke masalah-masalah yang terjadi dua bulan yang lalu )seperti pada teknik karung goni). Pusatkan konflik pada perilaku yang terlihat pada apa yang dilakukan orang itu yang anda tidak setujui, jangan menuduhkan motif apapun tanpa terlebih dahulu menguraikan dan memahami perilakunya.
5. Gunakan Humor untuk Meredakan Ketegangan
Bila humor digunakan, seharusnya ia dapat meredakan ketegangan. Hindarilah humor sebagai strategi untuk memenangkan perang atau menjatuhkan pihak lain.
Label: Introduction to Psychology